Oleh Adistiar Prayoga
Sekretaris LKSA Muhammadiyah Medokan Ayu
Sejak didirikan pada 18 Nopember 1912 (8 Dzulhiijah 1330 H), Muhammadiyah memposisikan diri sebagai gerakan Islam yang bersifat Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan tajdid (renewal). Pada implementasinya, dakwah Muhammadiyah terwujud dalam 2 hal, yakni teosentrisme dan aktivisme sosial (Kuntowijoyo dalam Shihab 1988)[1]. Teosentrisme dimaknai bahwa segala amal ibadah harus berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnaturrasul. Adapun aktivisme sosial diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan kesukarelawan dalam pelayanan umum.
De Indische Courant tanggal 16 Juni 1926[2] mencatat bahwa aktivisme pelayanan umum yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah setidaknya mencakup pada empat hal: armenhuis (rumah miskin), poliklienik (rumah obat), weeshuis (rumah yatim) dan schoolen (sekolah). Terkait kegiatan pengasuhan anak yatim, catatan resmi menyatakan bahwa kegiatan tersebut terlembaga mulai tahun 1921. Hal ini tertuang dalam Surat Pengukuhan No. 17/SK- PP/IV-A/1- c/1995 tanggal 11 Syawal 1415 Hijriyah / 13 Maret 1995 Masehi, yang menyatakan bahwa,
“(a) Panti Asuhan Yatim Putera Muhammadiyah Yogyakarta bertempat di: Lowanu No.III/1361 Yogyakarta; (b) Panti Asuhan Yatim Puteri Aisyiyah Yogyakarta yang beralamat di: Jl. Munir 109 Serangan Yogyakarta. Adalah benar-benar Panti Asuhan yang didirikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah (dahulu Hoofbestuur pada tahun 1921) yang mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim dan yatim piatu putera dan puteri.
Kemudian pada tahun 1928 dipisah menjadi dua bagian: khusus putera dan khusus puteri. Demikian surat ini kami buat sebagai pengganti Akta Pendirian, yang arsipnya sudah tidak dapat diketemukan lagi untuk dipergunakan sebagaimana mestinya dan menjadi keterangan yang sah bagi semua pihak yang berkepentingan”.
Namun demikian, pada hakikatnya pelaksanaan kegiatan pengasuhan anak yatim sudah digagas bersamaan dengan implementasi kelembagaan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang merupakan realisasi tafsir surat al-Maun oleh HM Sudjak. Tepatnya, pada 17 Juni 1920. PKO (dibaca PKU) memeliki peran integrative pelayanan sosial sebagai rumah obat, rumah yatim (weeshuis), dan rumah miskin (armhuis).
Catatan Conferentie Bahagian Daerah Banjoemas, SoearaMoehammadijah. No. 2 Tahoen ke XXI (1921), hlm. 37 menyatakan bahwa pengurus cabang Banyumas dan Probolinggo mewajibkan tiap cabang dan grup Muhammadiyah di areanya untuk turut mendirikan bagian PKO, serta mengokohkan bagian pertolongan rumah yatim dan rumah miskin yang sudah ada[3].
De Indische Courant tertanggal 17 November 1927 memberitakan bahwa salah satu pengurus Muhammadiyah, Haji Syoedjak menyampaikan rencana Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah bagian PKO untuk membangun Inlandsch weeshuis (rumah yatim Bumiputera) dengan perkiraan biaya sebesar f 15.000 (lima belas ribu frank). Pada perkembangannya, Het Nieuws van de Dag voor Nederlandesch-Indie tertanggal 7 Oktober 19314[4], menyatakan bahwa Rumah Yatim tersebut mampu menampung hingga 75 anak.
Peraturan dari Directeur van Justitie kemudian membatasi jumlah maksimal anak asuh, yakni hanya 50 anak. Aturan tersebut tidak terlepas dari program subsidi dari pemerintah kolonial kepada weeshuis Muhammadiyah yang kala itu mendapat subsidi rutin sebesar f3.000 setiap tahun, dengan rincian f5 untuk setiap anak perbulan. Walaupun demikian, sumber dana utama tentunya berasal dari internal Muhammadiyah serta ditambah subsidi dari Keraton Yogyakarta sebesar f1.8 perbulan untuk setiap anaknya.
Terkait objek layanan, weeshuis Muhammadiyah menampung anak-anak yatim berusia 5- 10 tahun. Ada juga beberapa gelandangan yang dikhawatirkan menjadi beban masyarakat. Selanjutnya, perkembangan organisasi bersama dinamikanya melahirkan keputusan-keputusan strategis untuk memajukan PKO. Pada 1956 bagian PKO berubah nama menjadi Majelis Pembina Kesejahteraan Umat (MPKU).
Pada tahun 1990, terjadi perubahan dan pemisahan majelis di MPKU, yakni menjadi Majelis Pembina Kesehatan (MPK) dan Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial dan Pengembangan Masyarakat (MPKSPM). Pada tahun 2000, kedua majelis tersebut dilebur menjadi Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM). Hingga pada 2010, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan pembentukan Majelis Pelayanan Sosial (MPS) yang menaungi seluruh panti asuhan atau kini (sesuai terminologi Kementerian Sosial) dikenal sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
Dari sisi manajemen internal Muhmmadiyah, MPS berganti nomenklatur penamaan menjadi Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) sesuai Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 144/KEP/1.0/D/2023. Adapun kelembagaan panti asuhan atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) diberikan nomenklatur nama Muhammadiyah Children Center (MCC). Perannya adalah menyelenggarakan usaha-usaha asuhan anak yang dilakukan didalam lembaga dalam kurun waktu tertentu, yang merupakan model pilihan terakhir asuhan anak dengan tujuan untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar anak[5]. Adapun layanan yang diberikan oleh MCC meliputi [1] Penyediaan tempat tinggal layak, [2] perawatan-pengasuhan, [3] Pendidikan, [4] kesehatan, [5] pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, [6] sumberdaya ekonomi, [7] dokumen kependudukan anak dan orangtua, [8] konseling, [9] psikologis, [10] psikososial, [11] kecakapan hidup, [12] peningkatan kapasitas pengasuhan, [13] pencegahan perkawinan pada usia anak, [15] reunifikasi, dan [16] rencana pengasuhan.
Referensi:
[1] Shihab A. 1988. Membendung Arus, Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia. Mizan (ID): Bandung
[2] Yuristiadi G. 2015. Aktivisme Hoofdbestuur Muhammadiyah Bagian PKO di Yogyakarta Sebagai Representasi Gerakan Pelayanan Sosial Masyarakat Sipil (1920-1931). Afkaruuna: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman DOI 10.18196/AIIJIS.2015. 0048. 195-219 4
[3] Iskandar. 2014. Perkembangan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah Pada Masa Kolonial Belanda 1923- 1942. S1 thesis, Fakultas Ilmu Sosial: Universitas Negeri Yogyakarta
[4] Yuristiadi G. 2015. Ibid
[5] Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tentang Amal Usaha Bidang Pelayanan Sosial. Tahun 2021